TRAVEL JAKARTA INDONESIA. PIN BB 226EE7CF Info Umroh (Bu Wiwit) 02170293232 02127328777 087884013344 - 081296134444 wiwit@im-travel.co.id atau info@im-travel.co.id Biaya Umroh 2014 Paket Umroh 2014 Umroh Paling Murah 2014 Jadwal Paket Umroh Murah 2014 Harga Umroh 2014 Beranda SELAMAT DATANG DI ISTANA MULIA : INSYA ALLAH MURAH DAN PENUH BERKAH (35% DARI HASIL BERSIH AKAN DIGUNAKAN UNTUK PEMBERDAYAAN ISTANA YATIM INDONESIA
- PAKET TOUR DAN WISATA MURAH SERTA UMROH PLUS
- Profil
- Paket Tour Domestik
- Paket Tour Internasional
- Haji Dan Umroh
- Daftar Harga Umroh 2013
- Paket Umroh 2014
- Umroh Haji 2014
- Paket Biaya-Umroh 2013
- Umroh Haji onh Plus Murah dan Berkah
- Biaya Paket Murah Umroh 2014
- Umroh Murah 2015
- Umroh Promo 2014
- Umroh Paling Murah 2016 Hanya 13 juta
- Paket Umroh Plus Turki Bersama Ahmad Al Habsyi
- Harga Paket Umroh Plus
- Biaya Paket Umroh Akhir Tahun 2014
- Umroh Murah 2014 Bersama Garuda
- Kontak Kami
- Tiket
- SMP Unggulan
- Rental Mobil
- Lainnya
Kamis, 24 April 2014
Tour Paling Indah, Persinggahan Sebelum ke Taman "Surga"
PULAU Alor seperti persinggahan sebelum memasuki surga taman bawah laut yang dipuja-puji para penyelam. Persinggahan yang terbingkai sempurna dalam siraman sinar matahari tumpah-ruah dan bentangan laut biru berkilau-kilau.
Pulau Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT) tergolong salah satu pulau terluar di wilayah Indonesia yang perairannya berbatasan dengan Timor Leste. Dari pulau mungil ini, tersebar cerita hingga ke mancanegara tentang keindahan taman-taman bawah lautnya yang memukau.
Namun, pagi itu kami tak lagi melongok ke dalam surga di bawah laut, melainkan menyusuri persinggahannya yang tak kalah memikat. ”Kita ke pantai yang sepi saja, di Batu Putih,” ajak Elfrado Juan (35), warga Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor.
Dengan berkendara sepeda motor, kami lalu menuju ke pantai yang konon masih jarang dijajaki turis itu. Bersepeda motor ke Batu Putih merupakan pilihan paling fleksibel mengingat sebagian medan jalan yang dilalui rupanya kecil, naik turun membelah bukit di bibir pegunungan.
Pantai Batu Putih di Kecamatan Kabola, dapat ditempuh searah dengan jalan menuju ke Bandar Udara Mali. Bandar udara itu menjadi akses krusial gerbang masuk Pulau Alor. Turis biasanya singgah di Bandara El Tari di Kupang sebelum melanjutkan 45 menit penerbangan menuju Alor. Turis yang datang di Alor selama ini dapat dipastikan didominasi para penyelam.
Sepanjang jalan, Juan, pemuda asli Alor, ini juga bercerita tentang berbagai pohon dan tanaman yang ditemui sepanjang perjalanan. Pohon kenari yang banyak tumbuh–hingga Kota Kalabahi pun dijuluki Kota Kenari–pohon asam, lamtoro, kapuk, juga pohon aren penghasil minuman tuak yang disebut penduduk setempat sebagai sopi. Tanaman yang disebut kolam susu pun terlihat banyak tumbuh liar di tepian jalan. Dedaunan kolam susu itulah yang kerap digunakan para perajin tenun di Alor untuk racikan perendam benang agar seratnya kuat menyerap pewarna.
Di desa-desa di Alor juga mudah ditemui anak-anak yang bermain sepak bola di lapangan sepanjang hari. Apalagi sejak kiprah Yabes Roni Malaifani, pemain sepak bola dalam tim nasional Indonesia U-19, yang berhasil mencetak gol kemenangan di menit-menit terakhir dalam pertandingan melawan Filipina, Oktober 2013 lalu. ”Sejak itu demam main bola sepak makin menjadi-jadi di Alor,” cerita Juan.
Setelah sekitar dua jam perjalanan, pantai sepi itu mulai tampak dari ketinggian sebuah bukit. Garis pantai yang panjang melengkung cantik berwarna putih berkilauan. Memang, dari kejauhan tak tampak titik-titik bayangan sosok manusia di hamparan pantai itu. Hanya pantai berpasir putih, bersih tanpa turis. Tak sabar rasanya ingin segera meluncur ke bawah.
KOMPAS/SARIE FEBRIANERumah tradisional penduduk Alor di kawasan pegunungan. Betul saja, setibanya di bawah, pantai seindah ini kosong tanpa turis. Tiada pula resor mentereng, restoran, ataupun warung makan. Hanya pantai putih bersih yang tampil agung dengan air laut bening berwarna kebiruan serupa permata turquoise. Pantai itu menghadap laut lepas yang dapat membawa kapal berlabuh di Pulau Wetar, Maluku. Sungguh penemuan yang memuaskan.
”Dulu pernah ada rencana kawasan ini akan dibuka resor, tapi belum ada tanda-tanda terwujud,” kata Juan.
Pulau Kepa
Salah satu persinggahan yang juga menarik di Alor adalah Pulau Kepa, yang dapat ditempuh dengan perahu kecil dari dermaga di Alor Kecil selama sekitar 10 menit saja. Pulau mungil seluas 32 kilometer persegi ini dikelola sepasang suami istri berkewarganegaraan Perancis, Cédric Lechat dan Anne Lechat.
Pasangan itu mulai jatuh cinta pada Alor sejak kunjungan di tahun 1990-an. Akhirnya, di tahun 1998, mereka tinggal dan membuka resor satu-satunya di pulau itu, La P’tite Kepa.
Cédric sendiri adalah seorang penyelam bersertifikat yang menjadi operator aktivitas penyelaman di perairan Alor. Oleh karena itu, mayoritas turis yang menginap di La P’tite Kepa adalah para penyelam. ”Tapi resor ini tutup setiap akhir tahun hingga bulan Maret. Kami pulang ke Perancis,” kata Anne, ibu beranak dua.
Sore itu waktu bagi Anne untuk membimbing belajar kedua anak perempuannya, Lila dan Anouk. Bersama kedua orangtuanya, kedua anak itu menjalani kehidupan di pulau sunyi dan bersekolah secara homeschooling. Di tengah pulau, keluarga Cédric tinggal dalam pondok yang begitu cantik beratapkan ilalang kering, mengingatkan pada cerita petualangan karya Enid Blyton.
Menurut Juan, dahulu Kepa adalah pulau tak berpenghuni yang kerap menjadi tempat untuk mempersembahkan sesajen dan bersembahyang bagi masyarakat penganut kepercayaan leluhur. Legenda yang dipercayai masyarakat setempat menyebutkan, di pulau itu pernah hidup seekor naga, yang menurut Juan boleh jadi sebenarnya adalah ular yang berukuran sangat besar. Tak heran, dalam ragam tenun asal Alor pun ditemui motif naga serupa ular.
KOMPAS/SARIE FEBRIANEPondok keluarga Cédric di Pulau Kepa. Di resor, Cédric dan Anne membuat bungalo-bungalo serupa rumah tradisional penduduk Alor yang tinggal di pegunungan. Bungalo itu beratap ilalang kering dengan bale-bale di bagian bawah dan ruang tidur di langit-langitnya.
Kendati tiada pantai berpasir putih yang cukup luas seperti di Batu Putih, kita dapat menikmati Kepa yang sunyi dengan berleha-leha di ayunan kain(hammock) yang terpasang di setiap bale-bale bungalo.
Menikmati buaian semilir angin laut dalam ayunan kain seperti itu, rasanya memang tak perlu apa-apa lagi dalam hidup. (Sarie Febriane/Kompas cetak)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar